Sudah menjadi pemahaman umum bahwa seorang suami boleh menikahi 2,3 atau 4 wanita. Para muslimah juga udah mahfum akan hal itu.Namun,poligami ibarat kanker,TBC atau penyakit lainnya yang menakutkan bagi wanita.Jarang yang secara terang-terangan dan penuh kesadaran menyatakan diri siap dimadu.Dalam hati kecilnya senantiasa terbersit perasaan tidak rela jika suami (akan) menikah lagi.Yah, kalaupun ada yang benar-benar siap, paling-paling satu diantara seratus. Sebaliknya,mengingat konsekuensi poligami yang tidak ringan, para suami juga tak semuanya ‘mampu’ (bukan ‘ingin’loh ya!) berpoligami.Paling-paling satu diantara seratus juga.
Dari ungkapan tersebut seolah tersirat bahwa poligami sebatas hukum yang wajib diyakini kebolehannya. Sementara dalam tatanan pelaksanaan, wanita sangat berat menerimanya. Karena itu, kalau boleh memilh, wanita tidak mau dimadu atau menjadi madu. Suatu hal yang tampaknya kontradiktif. Wajar. Bukankah dalam rasa takut juga ada rasa harap?
Terkadang ungkapan-ungkapan di atas juga terlontar ketika mengisi pengajian ibu-ibu (umum).dengan tujuan agar para ibu-ibu itu tidak pobhi dengan hukum poligami. Jangan sampai hanya gara-gara membahas poligami (yang dalam islam dibolehkan, namun kebanyakan ibu-ibu menolak), jamaah ibu-ibu jadi antipati dengan pengajian.
Padahal, bukan hanya dikalangan aktivis pengajian, sejatinya masyarakat umum udah pada mafhum bahwa poligami itu boleh. Hal ini, berdasarkan firman Allah surat An-nisa’ ayat 3. Tidak ada yang sampai mengharamkan hukumnya. Paling-paling yang menentang melakukannya dengan dalih penafsiran ulang ayat poligami, tidak sesuai denga perkembangan zaman.
Sumber :
Artikel On Facebook
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami