Sabtu, 02 April 2011

Demi Tugas, Anggota DPR Dibolehkan ke Pelacuran.

Pimpinan dan anggota DPR RI dilarang ke pelacuran dan perjudian. Namun, mereka baru diperbolehkan ke tempat pelacuran dan perjudian untuk kepentingan tugas resmi sebagai anggota DPR. Itulah salah satu peraturan dalam kode etik yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Selasa (29/3). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

Berdasarkan kode etik yang baru, seluruh anggota DPR RI dilarang pergi ke tempat pelacuran dan perjudian. Aturan baru ini tertuang dalam Rancangan Peraturan DPR tentang Kode Etik.
Dalam draf kode etik baru tersebut, draf Pasal 3 memuat pelarangan bagi anggota untuk mendatangi lokasi pelacuran dan perjudian. Pasal 3 ayat (6) berbunyi:”Anggota DPR RI dilarang memasuki tempat-tempat yang dipandang tidak pantas secara etika, moral dan norma yang berlaku umum di masyarakat seperti komplek pelacuran dan perjudian, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai anggota DPR RI”.


Hasil pembahasan rancangan peraturan itu telah dibacakan Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR, Nudirman Munir, di dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, 16 Februari 2011. Sedianya kode etik itu disahkan dalam rapat paripurna tersebut, namun ditunda hingga diputuskan pada 29 Februari 2011 karena masih banyak silang pendapat antara anggota DPR.

Pasal tentang larangan ke tempat pelacuran dan perjudian sebelumnya tidak tercantum dalam kode etik lama DPR. Kode etik yang lama bernomor 16/DPR RI/I/2004-2005 hanya mengatur masalah kepribadian anggota DPR yang tertuang dalam Bab III tentang Kepribadian dan Tanggung Jawab.

Rapat paripurna ini membahas beberapa agenda termasuk laporan Badan Kehormatan (BK) mengenai hasil pembahasan Rancangan Peraturan DPR tentang Kode Etik dan Peraturan DPR tentang Tata Beracara BK. Acara pembahasan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.

Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI, Nudirman Munir, menyampaikan hasil pembahasan draf kode etik, termasuk menyampaiakan pasal-pasal yang ada dalam kode etik yang baru.

Tidak ada penolakan dan keriuhan interupsi saat dilakukan pengambilan keputusan atas ketentuan tersebut. Hanya satu interupsi disampaikan Ketua Komisi II, Chairuman Harahap. Namun, dia hanya mempersoalkan mengenai masalah teknis pengetikan. (republika.co.id, 29/3/2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami


Baca Juga Situs JIhad dan informasi tambahan Republika Online.

I'dadun naas li tarhiibi qiyaamil khilafah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | free samples without surveys