Selasa, 05 April 2011

Demokrasi Cuma Slogan, Bersifat Non Riil dan Utopis


Dewan Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (DPP MHTI) kembali menggelar Forum Kajian Tokoh Muslimah ke-10 yang bertajuk ”Demokrasi Alat Penghancur Bangsa dan Keluarga?”, Senin( 20/4) di Jakarta. Kajian ini menghadirkan pembicara antara lain: Dr. Valina Singka Subekti (Ketua Pascasarjana UI, mantan anggota KPU), Ir.Nurliah Nurdin M.Si (Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri), Zidniy Sa’adah, ST (DPP MHTI) dan Ir. Lathifah Musa (DPP MHTI).



Demokrasi, sistem baik diantara yang buruk, jika ada sistem lain yang lebih baik silahkan ditawarkan. Demikian ungkap Ibu Valina Singka. Berkenaan pemilu, beliau mengakui pemilu di Indonesia paling kolosal serta sistemnya paling rumit sedunia. ”Pemilu Indonesia memilih empat lembaga sekaligus dengan sistem setengah terbuka (suara baru dianggap sah jika mencontreng tanda gambar dan caleg).” Peraturan pemilu tersebut dibuat DPR yang merupakan representasi parpol dengan segala kepentingannya. Akibatnya demokrasi yang dihasilkan berjalan setengah-setengah. ”Demokrasi baru bisa berjalan dengan baik bila memenuhi syarat masyarakat tingkat kesejahteraannya tinggi dan cerdas, para pemimpin yang menjalankan pemerintahan bertanggungungjawab untuk mewujudkannya,” kata bu Valina.

Ibu Nurliah dari IPDN menyoroti demokrasi dari sisi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). ”Indonesia menjadi negara paling sibuk sedunia karena pilkada langsung. Menurut kompas Februari 2008 jumlah pilkada sebanyak 476 sehingga dalam setahun berlangsung 500-600 kali pemilu. Kekacauan pilkada terjadi sekitar 35-40 %.” Pilkada yang dimaksudkan untuk memilih pemimpin yang dikehendaki rakyat, namun faktanya bias kepentingan parpol. Terkait dengan demokrasi vs Islam, beliau menyatakan perlunya memperkenalkan sistem alternatif. Selain itu perlu advokasi terutama melalui media masa agar sistem alternatif diketahui secara meluas.

Ibu Zidny dari DPP MHTI, mengkritisi bahwa demokrasi bermasalah bukan hanya dari praktiknya akan tetapi dari filosofinya karena kelahiran demokrasi yang antroposentrik (berpusat pada manusia). ”Demokrasi lahir dari epistemologi sekuler yang sangat bertentangan dengan Islam, lahir di eropa abad 25, sebagai wujud trauma terhadap kepemimpinan otoriter. Sehingga tidaklah heran jika semangat demokrasi adalah, freedom, kebebasan.” Demokrasi menempatkan kebebasan manusia adalah segala-galanya, tentunya prinsip kebebasan seperti ini sangat bertentangan dengan Islam.
Ibu Zidny pun meragukan keampuhan demokrasi sebagai sistem terbaik karena demokrasi tak kunjung memberikan ’kesembuhan’ bagi negeri ini. ”Justru yang terjadi, demokrasi gagal menghasilkan para pemimpin, faktanya lihat para caleg juga kondisi masyarakat yang bodoh demikian pula parpol tak berfungsi untuk melakukan pendidikan politik bagi masyarakat,”tegas ibu Zidny. Bahkan mereka semua dikerdilkan jiwanya oleh demokrasi.

Ibu Zidniy juga menambahkan sudah terlalu lama negeri ini berdemokrasi dan menghabiskan biaya yang terlalu mahal. ”Jika ada yang mengatakan harus bersabar dalam menjalani proses transisi berdemokrasi, maka kesabaran yang seperti itu terlalu naif,” kata Ibu Zidny. Kesabaran hanya bisa dilakukan jika ada garansi kepastian demokrasi negeri ini akan menjadi lebih baik. Para pemikir demokrasi dari Barat pun mengakui tidak ada satu pun jaminan yang bisa diberikan demokrasi. Paham demokrasi sama sekali tidak bisa menjamin bahwa warga-masyarakat suatu negara yang menjalankannya akan bahagia, makmur, damai, dan adil. Pemerintahan mana pun, yang daigngap paling demokratis, tak akan mampu memenuhi tujuan-tujuan ideal demokrasi. Dalam praktiknya demokrasi selalu mengecewakan dan jauh dari harapan. ”Seperti usaha-usaha sebelumnya untuk mencapai pemerintahan yang demokratis, negara-negara demokrasi modern juga menderita banyak kerusakan (Snyder, 2003),” tandas Bu Zidniy.

Menurut beliau demokrasi merupakan alat penjajahan barat pada dunia Islam. Seiring dengan arus deras demokratisasi, muncullah konsep good governance yang hakikatnya liberalisasi struktur politik pemerintahan suatu negara. Peran negara dilumpuhkan karena digantikan pasar (kapitalis).

Ibu Latifah Musa dari DPP MHTI menegaskan pentingnya sistem alternatif untuk menggantikan demokrasi. ”Sistem Islamlah satu- satunya sistem terbaik, karena telah dicontohkan Rasulullah SAW. Sistem Islam selama ini belum tersosialisasikan di tengah umat. Sistem Islam memiliki konsep kepemimpinan amanah dengan pola tersendiri yang berbeda dengan demokrasi.” Sistem Islam dibangun oleh landasan keimanan kepada Allah SWT, bahwa hak menetapkan hukum dan memutuskan perkara di tangan Allah. Sebagaiman ayat Al Qur-an ”Sesungguhnya menetapkan hukum itu adalah hak Allah”. (TQS Al An-Aam:57).

Ibu Latifah menjelaskan akuntabilitas dalam struktur negara Islam juga akan menjaga berjalannya sistem hukum, agar tetap berjalan pada jalur yang benar. Ada pun faktor keberhasilan pencapaian kesejahteraan di dalam Islam terletak pada tiga aspek yakni :
Konsep dan platform yang jelas-jelas mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Konsep dan platform ini tertuang secara sempurna dan menyeluruh dalam hukum-hukum syariat Islam.
Pemimpin yang dipilih rakyat dengan amanah untuk menjalankan syariat Islam, maka ia memiliki komitmen untuk mensejahterakan rakyat. Khilafah yang dipilih rakyat memiliki kualifikasi orang yang memiliki ketakwaan tinggi, orang yang terbaik di tengah masyarakat
Jaminan akuntabilitas yang jelas dan transparan. Di dalam sistem Islam terwujud dalam struktur negara yaitu Majlis Umat dan Mahkamah Madzhalim. Akuntabilitaspun terwujud dalam partai politik Islam sebagai wujud penerapan QS Ali Imran 104. Sekelompok umat yang tergabung dalam partai politik Islam ini menjalankan edukasi politik Islam kepada rakyat agar rakyat menjadi cerdas. Partai politik Islampun dapat melakukan agregasi ketika akuntabilitas dalam lembaga negara mengalami hambatan fungsi. Akuntabilitas juga terwujud dalam peran aktif individu-individu yang memiliki komitmen mejalankan amar ma’ruf nahyil munkar kepada penguasa

Beliau menegaskan bahwa sistem Islam mampu mewujudkan sistem pemerintahan yang stabil karena kepemimpinannya terpusat (kekuasaan yang terpusat), sementara sistem demokrasi tidak ada kekuatan yang dominan,. Ini membuat situasi tidak stabil. Demokrasi di AS bukan ditentukan oleh kekuatan dominan, namun Obama yang berhasil menyatukan cita-cita masyarakat AS dengan ”American Dream”.
Tapi sebagaimana karakter demokrasi , waktu yang akan membuktikan. Apakah AS sebagai kampium demokrasi akan berhasil? Yang jelas sistem ekonominya telah terbukti hancur dan telah menimbulkan kebangkrutan perekonomian global. Oleh karena itu, hanya Islamlah solusi yang nyata dan riil untuk mewujudkan negara kuat dan rakyat sejahtera. Sementara demokrasi cuma slogan yang bersifat non riil dan utopis.[]

Sumber :
Artikel On Facebook

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami


Baca Juga Situs JIhad dan informasi tambahan Republika Online.

I'dadun naas li tarhiibi qiyaamil khilafah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | free samples without surveys