a. Mewajibkan Lelaki Memberi Nafkah Kepada Diri dan Keluarganya.
Islam mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja dalam rangka memenuhi keperluannya dan apa yang menjadi tanggungannya. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
”Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.” (Al-Baqarah [2]: 233).
b. Mewajibkan saudara terdekat untuk membantu saudaranya
Realita menunjukkan bahwa tidak semua lelaki berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah. Ada dikalangan mereka yang cacat mental atau fisik, sakit, lanjut usia dan lain-lain penyebab ketidakmampuannya untuk bekerja. Dalam situasi begini, pemenuhan nafkahnya adalah menjadi tanggungjawab kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah untuk membantu mereka. Allah SWT berfirman yang artinya:
“…Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah kerana anaknya. Dan warispun berkewajiban sedemikian…” (Qs. al-Baqarah [2]: 233).
Jika secara pribadi seseorang tidak mampu memenuhi keperluannya maka kewajiban memenuhi nafkah beralih ke kerabat terdekatnya seandainya terdapat kelebihan harta.
“Sebaik-baik sedekah adalah harta yang berasal dari sisa keperluan.” [HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah].
c. Mewajibkan Negara untuk Membantu Rakyat Miskin
Jika ada seseorang yang miskin dan tidak memiliki sanak saudara yang membantunya, kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (keuangan negara). Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’ (sebatang kara yaitu orang yang lemah, tidak mempunyai anak dan ibu-bapa), maka dia menjadi kewajiban kami.” [HR. Imam Muslim].
d. Mewajibkan Kaum Muslim untuk Membantu Rakyat Miskin
Apabila di dalam Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih ke kaum Muslim secara kolektif. Allah SWT berfirman:
“Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (Qs. adz-Dzariyat [51]: 19).
Mekanisme ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, kaum Muslim secara individu membantu orang-orang yang miskin. Kedua, negara mewajibkan dharibah (pajak) kepada orang-orang kaya, hingga mencukupi keperluan untuk membantu orang miskin. Pajak ini hanya diwajibkan ketika Baitul Mal benar-benar kehabisan sumber keuangan.
2. Pengaturan Kepemilikan
Pengaturan kepemilikan yang dimaksud mencakup tiga aspek, yaitu jenis-jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Pengaturan kepemilikan untuk mengatasi masalah kemiskinan dijelaskan sebagai berikut.
a. Jenis-jenis Kepemilikan
Syariat Islam mendefinisikan kepemilikan adalah izin dari as-Syaari’ (Pembuat Hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga jenis kepemilikan dalam Islam, iaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
* Kepemilikan individu adalah izin dari Allah SWT kepada individu untuk memanfaatkan sesuatu seperti gaji, warisan, pemberian negara, hadiah dan lain-lain. Pemilikan individu ini menjadi motivasi kepada individu untuk berusaha mencari harta untuk mencukupi keperluannya dan berusaha untuk tidak hidup miskin.
* Kepemilikan Umum adalah izin dari Allah SWT kepada jamaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Aset yang tergolong kepemilikan umum ini tidak boleh sama sekali dimiliki secara individu atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah: Pertama, segala sesuatu yang menjadi keperluan utama masyarakat, dan akan menyebabkan persengkataan jika hal itu lenyap seperti sumber air, dll. Kedua, segala sesuatu yang tidak boleh dimanfaatkan hanya oleh individu seperti sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain. Ketiga, bahan galian yang jumlahnya sangat besar, seperti emas, perak, petroleum, arang batu dan lain-lain.
Secara praktisnya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara dan hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada masyarakat. Air, sebagai contoh boleh dialirkan kepada masyarakat umum dengan harga yang murah, atau cuma-cuma. Pengaturan kepemilikan umum seperti ini jelas menjadikan aset-aset milik masyarakat dapat dinikmati bersama, tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang, sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa; sebagaimana yang tejadi dalam sistem kapitalis. Dengan demikian masalah kemiskinan dapat dikurangi, bahkan diatasi dengan adanya pengaturan pemilikan umum seperti ini. Pengaturan kepemilikan umum dibawah Islam akan melepaskan beban rakyat dalam membayar pajak tahunan seperti yang berlaku di negara-negara yang mengamalkan sistem kapitalisme. Ini karena keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan kepemilikan umum seperti minyak dan bahan-bahan tambang lainnya akan menjadi salah satu dari sumber pendapatan untuk dibelanjakan kembali untuk kemaslahatan masyarakat. Ini adalah suatu yang sebenarnya sangat mudah untuk dijalankan memandang sumber minyak dunia dikuasai hampir sepenuhnya oleh negeri-negeri kaum muslimin.
* Kepemilikan Negara adalah setiap harta yang menjadi hak kaum Muslim, tetapi hak pengelolaannya diwakilkan pada Khalifah (sesuai dengan ijtihadnya) sebagai kepala negara. Aset yang termasuk jenis pemilikan ini di antaranya adalah: fa’i, kharaj, jizyah, dll. Adanya pemilikan negara dalam Islam jelas menjadikan negara memiliki sumber-sumber aliran masuk tunai (cash in-flow) dan aset-aset yang cukup banyak. Dengan demikian negara akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengatur urusan rakyat termasuk memberikan jaminan pemenuhan keperluan rakyat miskin.
b. Pengelolaan Pemilikan
Pengelolaan pemilikan dalam Islam mencakup dua aspek iaitu pengembangan harta (tanmiyatul Mal) dan penginfaqkan harta (infaqul Mal) melalui pengaturan berbagai hukum Islam seperti melarang seseorang untuk mengembangkan hartanya dengan cara riba, melarang seseorang bersifat kikir dan sebagainya. Dengan adanya pengaturan pengelolaan pemilikan akan menjadikan harta itu beredar, ekonomi berkembang dengan sehat dan kemiskinan dapat diatasi.
c. Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Masyarakat
Pincangnya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat telah menjadi faktor terpenting penyebab terjadinya kemiskinan. Dengan mengamati hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akan kita jumpai secara umum hukum-hukum tersebut senatiasa mengarah pada terwujudnya distribusi kekayaan secara adil dalam masyarakat.
3. Penyediaan Pekerjaan
Menyediakan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini bersandar pada keumuman hadits Rasululah SAW:
“Seorang imam (pemimpin) bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya).” [HR. Bukhari dan Muslim].
4. Penyediaan Layanan Pendidikan
Kemiskinan yang sering dikaitkan dengan kualitas pendidikan dan lemahnya sumber daya manusia yang dapat diatasi dengan memberikan pendidikan kepada rakyat secara gratis dengan tujuan untuk melahirkan individu yang memiliki keperibadian Islam yang teguh dan memiliki keterampilan serta kelayakan untuk bekerja.
Khatimah
Kemiskinan hanyalah merupakan masalah cabang (furu’) yaitu gejala dan bukannya penyakit sebenar didalam umat Islam hari ini. Selama umat Islam tidak berusaha mengubati masalah pokok, yaitu tidak terlaksananya hukum-hakam Islam secara keseluruhan (kaffah), masalah ini tidak akan dapat diselesaikan. Konsep penyelesaian kemiskinan yang ditunjukkan oleh Islam seperti yang diulas diatas tidak akan dapat dijalankan tanpa adanya Daulah Khilafah. Memberi pendidikan dan menyediakan sarana untuk menjana kekayaan tanpa mengasaskannya kepada Islam melalui penegakkan Daulah Khilafah mungkin akan hanya menyelesaikan gejala tersebut untuk sementara waktu. Masalah kemiskinan pasti akan muncul kembali kerana ‘pemiskinan’ manusia sebagai harga yang harus dibayar untuk kekayaan sebagian kecil manusia lainnya merupakan sifat naluriah sistem kapitalis. Islam akan tetap dihina dan usaha untuk menghancurkannya akan terus berlaku. Hanya dengan menerapkan Islam sepenuhnya kemiskinan akan dapat diatasi. Hanya dengan Islamlah umat Islam tidak akan diperlekehkan lagi. Hanya dengan Islamlah kaum muslimin akan kembali memimpin dunia. Pilihan kini terletak ditangan kita sendiri; kemiskinankah yang ingin kita atasi atau pemiskinan yang ingin terus kita lalui. Wahai kaum muslimin yang dirahmati Allah, buatlah pilihan yang mulia; marilah kita sama-sama berusaha untuk mengembalikan Islam sebagai rahmatan lil-’alamin (rahmat bagi seluruh alam) dan ini hanya akan dapat direalisasikan dengan menegakkan semula Daulah Khilafah ‘ala minhaj nubuwwah.
Wallahua’lam