Jumat, 29 April 2011

PENDAPAT DAN SIKAP PARA SHAHABAT, SAHALAFUSHOLEH SERTA ULAMA TERHADAP KHABAR AHAD DALAM MASALAH AQIDAH


Soal : Ustadz yang terhormat. Saya mau nanya tentang hadits ahad. Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa hadits ahad bisa digunakan dalam masalah aqidah dan ada pula yang mengatakan tidak bisa, karena tidak menghasilkan keyakinan. Bagaimana sikap para shahabat, dan para ulama tentang hal ini “
Jawaban : [Ust. Hafizd Abdurrahman]
Sesungguhnya orang-orang awam dari kaum muslimin dan ‘para tokoh Islam’ banyak yang tidak belajar tentang ilmu hadits, ilmu fiqih, ilmu tafsir, bahasa, dan lain-lain. Akibatnya kaum muslimin dan ‘para tokoh’ tadi tidak bisa membedakan antara hadits dhaif dan hadits shahih. Mereka juga tidak bisa membedakan antara hadits maudhu dengan hadits hasan. Mereka juga tidak bisa membedakan antara hadits mutawatir dan hadits ahad, serta sejauh mana berdalil dengan keduanya dalam masalah aqidah dan hukum.
Sikap yang lebih fatal adalah bahwa banyak dari kalangan kaum muslimin yang mempelajari khabar ahad tidak seperti yang dipahami ulama ushul, tetapi hanya dengan dogmatis yang salah, sementara ia hanya mau menerima apa yang diajarkan oleh para kiai dan murid-muridnya atau para pemimpin (dari kalangan haraqah Islam) tanpa pengetahuan yang mendalam dan pemahaman yang jernih. Akhirnya mereka meniru-niru ucapan kiai-kiai maupun pemimpin mereka bagaikan burung kakak tua kemudian menyebarkan kebusukan dan caci maki, serta mencap haraqah-haraqah Islam dengan kekafiran dan murtad dari agama Islam ! Lalu bagaimana pendapat dan sikap para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ulama-ulama terhadap khabar ahad sebagai sumber aqidah ?

Pendapat Dan Sikap Para Ulama Terhadap Khabar Ahad Dalam Masalah Aqidah
Kedudukan hadits ahad dikalangan ulama berbeda-beda, sebagian berpendapat bahwa hadits ahad menghasilkan keyakinan. Sebagian yang lain berpendapat bahwa khabar ahad bila didukung oleh qarinah-qarinah akan menghasilkan keyakinan, sedangkan yang lain berpendapat bahwa hadits ahad hanya menghasilkan dzan dan tidak mengantarkan kepada keyakinan.[1] Inilah pendapat yang paling masyhur dan dipilih oleh jumhur ulama hadits, fiqih maupun ushul. Akan tetapi para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya mengamalkan hadits ahad.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dan jumhur ulama, kecuali Imam Ahmad, berpendapat bahwa hadits ahad tidak menghasilkan ilmu (keyakinan) sehingga tidak bisa sebagai sumber aqidah, senada dengan pendapat jumhur ulama, Imam Asnawy Al-Baghdady, Imam An-Nawawi, Ibnu Shalah, Imam Basdawly, Imam ‘Abd Al-Bar, Imam Al-Ghazali, dan lain-lain.[2] Al-Kasâly menyatakan, “Jumhur fuqaha sepakat bahwa hadits ahad yang tsiqah bisa digunakan sebagai dalil dalam masalah amal (hukum syara’) namun tidak dalam masalah aqidah (keyakinan). [3]
Imam Al-Qarâfiy salah satu ulama tekemuka dari kalangan Malikiyyah berkata, “… alasannya mutawatir berfaedah kepada ilmu (keyakinan) sedangkan hadits ahad tidak berfaedah kecuali hanya dzan (dugaan) saja.[4]
menghasilkan ilmu (keyakinan), sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber atau dalil dalam masalah aqidah. [1]
Dr. Rifat Fauziy berkata, “Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih akan tetapi belum mencapai tingkat mutawatir, sambung sampai Rasulullah SAW. Hadits semacam ini tidak menghasilkan aqidah (keyakinan), akan tetapi hanya menghasilkan dzan. Akan tetapi jumhur ulama berpendapat bahwa beramal dengan hadits ahad merupakan kewajiban. [2]
Penolakan Para Shahabat Terhadap Khabar Ahad Sebagai Sumber Aqidah
Para shahabat telah menolak khabar ahad sebagai sumber aqidah, hal ini tercermin dalam sikap para shahabat ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an yang merupakan salah satu pangkal aqidah, dengan mensyaratkan yaitu : mereka mensyaratkan jumlah tertentu yang dapat mengantarkan kepada kepastian, yakni tiga orang (Zaid bin Tsabit dan dua orang lain yang menyaksikan, kadang-kadang Umar ra menggantikan posisi Zaid ra. Berikut ini uraian tentang contoh-contoh penolakan para shahabat terhadap khabar ahad sebagai dalil aqidah :
Dari jalan Ibnu Sa”ad berkata, “Keduanya duduk dipintu masjid, dan tidaklah seorangpun yang membawa sesuatu dari Al-Qur’an yang disaksikan oleh dua orang yang mereka inginkan, kecuali akan menulisnya. Menurut Ibnu Abu Dawud dalam Mashanif dari Yahya bin ‘Abd Al-Rahman bin Hâtib berkata, Umar berkata, “Siapa saja yang menyimpan sesuatu (Al-Qur’an) dari Rasulullah, maka serahkanlah.” Dan Umar ra tidak menerima apapun dari seseorang sampai orang tersebut menghadirkan dua orang saksi. Ubaid bin Umair berkata, “Umar tidak menerima satu ayat dari kitabullah sampai ada dua orang saksi yang menyaksikan”.” Dalam Shahih Bukhari dan Ibnu Abu Dawud dan selain keduanya dari Zaid bin Tsabit berkata, “Ketika kami menulis mushaf, saya kehilangan sebuah ayat dari Khuzaimah bin Tsabit “Minal mukminin rijâlun”, sedangkan Khuzaimah memiliki dua orang saksi, Rasulullah SAW membolehkan persaksian dengan saksi dua orang.
Imam Al-Anbariy meriwayatkan dalam Mashanif dan Al-Hasan, Ibnu Sirin dan Zuhri dalam hadits panjang saat pengumpulan Al-Qur’an, disana disebutkan, “Abu Bakar ra memerintahkan seseorang untuk mengumumkan kepada masyarakat, siapa saja yang memiliki sesuatu dari Al-Qur’an agar mereka menyerahkannya. Hafshah salah seorang Ummul mukminin berkata, “Jika kalian sampai pada ayat ini, beritahulah aku !” …Hafidzu ‘ala al-shalawat wa al-sahalaat al-wustha… Setelah sampai pada ayat tersebut, mereka menyampaikan kepada Hafshah ra, Hafshah berkata, “Tulislah …Hafidzu wa al-shalat al-wustha wa al-shalat al-‘ashr Umar ra bertanya, “Apakah kamu punya saksi ?“ Hafshah ra menjawab, “Tidak.” Umar ra berkata, “ Demi Allah, kami tidak akan memasukkan apa yang disaksikan oleh seorang perempuan sedang ia tidak punya saksi !
Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwatha”, dan Ibnu Abu Dawud dalamMashanif dari Ummul mukminin ‘Aisyah ra berkata, “Telah turun ayat tentang 10 kali (isapan) susuan yang mengharamkan (menjadikan mahram), kemudian kami hapus dengan 5 kali (isapan) susuan. Kemudian Rasulullah SAW meninggal, sedangkan beliau (‘Aisyah) menyatakan ia adalah Al-Qur’an.” Namun tak seorang shahabat yang memperhatikan riwayat ini dan merekapun tidak menulisnya di dalam mushaf Imam. Al-Mazâriy berkomentar atas khabar dari ‘Aisyah ra tersebut, “Tidak ada hujjah di dalamnya, karena riwayat ini tidak ditetapkan kecuali dengan jalan ahad, sedangkan Al-Qur’an tidak ditetapkan dengan riwayat ahad (harus muatawatir).
Ibnu Abu Dawud meriwayatkan dalam Mashanif, Al-Hâkim dan selain keduanya dari mushafnya Ubay bin Ka’ab pada ayat tentang kifarah (denda) budak disebutkan, “Fa shiyâm tsalâts ayâm mutatabi”aat fi kifârat al-yamîn.” (berpuasa tiga hari berturut-turut untuk kifarat al-yamîn). Riwayat ini juga tidak dicantumkan ke dalam mushaf Imam, sebab riwayat ini merupakan khabar ahad, sebagaimana contoh riwayat-riwayat sebelumnya.
Imam Ahmad, Al-Hâkim dari Katsir bin Shalat berkata, “Adalah Ibnu Al-‘Ash dan Zaid bin Tsabit sedang menulis mushaf, sampailah mereka kepada ayat ini, maka Zaid berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, As-Syaikh wa syaikhaat idza zanaya (kakek dan nenek jika berzina). Umar ra berkata, “Bukankah engkau tahu bahwa seorang kakek, jika tidak muhshan akan dijilid, sedangkan jika seorang pemuda berzina dan ia muhshan maka dirajam.” Dalam riwayat Muwatha’ Umar ra berkata dalam khutbahnya, “Seandainya bukan karena orang-orang mengatakan bahwa Umar bin Khathab telah menambah kitabullah, sungguh aku akan menulisnya (ayat rajam), sungguh kami telah membacanya. Akan tetapi riwayat ini tidak dimasukkan sebagai ayat Al-Qur’an karena merupakan khabar ahad, sedangkan Al-Qur’an tidak ditetapkan kecuali dengan riwayat yang mutawatir.
Berdasarkan ijma’ qath’iy dari para shahabat ra, untuk tidak mengambil khabar ahad dan dzanniy untuk menetapkan salah satu rukun dari rukun-rukun aqidah yakni Al-Qur’an yang membangun seluruh rukun aqidah Islamiyah, maka tidak ada tempat lagi bagi pendapat yang menyatakan kemungkinan membangun aqidah di atas keraguan (dzan) semisal khabar ahad. Ijma’ shahabat telah meluluhlantakkan pendapat dan propaganda yang menyatakan khabar ahaddapat untuk dijadikan sebagai dalil aqidah.
Siapa yang berpendapat bahwa khabar ahad membawa implikasi iman(keyakinan), sesungguhnya ia telah menuduh shahabat-shahabat Rasulullah SAW telah bersepakat mengurangi dan menambah kitabullah. Sebab para shahabat Rasulullah SAW tidak mencantumkan riwayat-riwayat ahad (yang diklaim sebagai Al-Qur’an) kedalam mushaf Imam yang wajib kita yakini keotentikannya. Pendapat diatas juga membawa implikasi bahwa para shahabat telah melakukan kesalahan dalam masalah ushuluddin, padahal mustahil bagi mereka bersepakat untuk melakukan kesalahan dan kesesatan. Sungguh, Al-Qur’an dan sunnah telah menjamin keadilan mereka.
Dengan demikian madzhab yang menerima dzan dan khabar ahad dalam aqidah adalah madzhab bathil dan asing, dan harus ditinggalkan karena pendapat ini telah bertentangan dengan jumhur kaum muslimin baik dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ulama-ulama setelah mereka baik dari kalangan muhaditsin, fuqaha serta ulama ushul. Mereka sepakat bahwa khabar ahadhanya menghasilkan dzan (dugaan) saja tidak menghasilkan keyakinan sehingga tidak bisa sebagai dalil aqidah.

Kesimpulan
Aqidah harus ditetapkan dengan dalil-dalil yang mutawatir, sebab kalau keimanan boleh ditetapkan dengan dalil-dalil yang dzan (hadits ahad) tentu hal ini bertentangan dengan ijma’ shahabat tatkala mengumpulkan Al-Qur’an dan mushaf Imam dan juga pendapat jumhur kaum muslimin baik dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ulama-ulama setelah mereka baik dari kalangan muhaditsin, fuqaha serta ulama ushul. Dengan mengatakan khabar ahad wajib menjadi dalil aqidah sama artinya meyakini Al-Qur’an (mushaf Utsmani) tidak lengkap karena banyak riwayat ahad diklaim Al-Qur’an namun riwayat-riwayat tersebut oleh para shahabat tidak dicantumkan ke dalam Al-Qur’an (mushaf Imam). Beranikah anda mengklaim bahwa para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ulama-ulama setelah mereka baik dari kalangan muhaditsin, fuqaha serta ulama ushul telah sesat karena tidak mengambil khabar ahad sebagai dalil aqidah ?
Imam Ahmad menyatakan, “Tanda yang menunjukkan dangkalnya ilmu seseorang ialah bertaqlid kepada orang lain dalam masalah aqidah. [1]
Sebagai penutup tulisan ini renungkanlah hadits Rasulullah SAW yang menyatakan :
Jika seorang laki-laki berkata kepada saudaranya : Wahai kafir !” Kemudian dibalas oleh yang lain, maka kafirlah keduanya.” [HR. Bukhari, Imam Ahmad dan Ibnu Hanabal]
Wallahu a’lam bish shawab.

[1] Imam Ibnu Jauzi, Talbis Iblis, hal 82.

[1] Hafidz Tsana Al-Allah Al-Zaahidy, Taujih Al-Qaariy ila Al-Qawaa’id Al-Ushuuliyyah wa Al-Haditsiyyah wa Al-Isnaadiyyah fi Fath Al-Baariy, hal 156.
[1] Lihat Mahmud Syaltut, Aqidah wa Syari’ah, bab Aqidah.
[1] Al-Kasaaly, Badaai As-Shanaai, juz 1, hal 20.
[1] Al-Qasaamiy, Qawaa’id At-Tahdits, hal 137-138.
[1] Al-Qasaamiy, Qawaa’id At-Tahdits, hal 137-138.
[1] Dr. Rifat Fauziy, Al-Madkhal ila Tautsiiq AS-Sunnah, ed 1, th 1978.

Sabtu, 16 April 2011

Bom Cirebon: Negara Kalah Negara Menang?

Bom kembali mengguncang Indonesia. Kali ini sebuah Masjid yang menjadi sasarannya. Tepatnya di Masjid Mapolresta Cirebon pada saat menjelang dilakukannya sholat Jumat 15/04 kemarin. Bom diledakkan oleh seorang pria berjaket hitam ketika imam sholat sedang melafadzkan takbiratul ihram.

Akibat kejadian ini, 1 orang dikabarkan tewas yang merupakan pelaku bom, 6 orang luka berat dan 24 orang luka ringan.Tanggapan beragam muncul dari berbagai pihak, AM Hendro priyono (kepala BIN) ketika diwawancarai Metro TV pada Jumat malam menyebut bahwa pelaku adalah jaringan teroris yang berpaham takfiriyah.

Sementara menurut Munarman, mantan ketua YLBHI, mengatakan pada eramuslim: “Kasus ini aneh menurut saya. Kalau orang mendalami fiqh jihad, tidak mungkin membom Mesjid. Semilitan-militannya mujahidin, merusak mesjid dilarang. Termasuk tempat ibadah umat lain. Bisa dipastikan, ini bukan mujahidin”. Munarman juga menambahkan bahwa motif-motif seperti ini seperti motif inteligen.

Sedangkan FUI menduga peristiwa Bom ini adalah upaya mengadu domba umat Islam dengan polisi. Sekjen FUI, Muhammad Al-Khatath, mengatakan: "Pelaku dan aktor intelektual yang ada di belakangnya adalah orang yg tidak paham fiqh jihad, sebab dalam fiqhul jihad sama sekali tidak dibenarkan melakukan penyerangan terhadap rumah ibadah, apalagi masjid." (detik.com 16/04).

Belum lama ini juga mencuat isu terorisme berupa bom buku serta kasus misterius cuci otak Lian yang belum terungkap jelas siapa pelaku dan aktor intelektual dibelakangnya.

Pada bulan Juni 2008 silam SBY mengatakan: “Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan. Negara harus menegakkan tatanan yang berlaku untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia".  Ansyaad mbai, kepala BPNT juga mengatakan serupa dengan SBY beberapa waktu lalu di TV One. Pertanyaanya, benarkah negara telah kalah? atau justru negara dalam hal ini pemerintah yang menang?

Negara Menang

Dimaksud negara menang disini adalah ketika pemerintah telah berhasil memuluskan tujuan politiknya dengan cara memanfaatkan isu terorisme. Mengingat lazim terjadi isu-isu terorisme yang selalu janggal ini muncul ketika pemerintah sedang mendapat tekanan, dan selalu saja isu terorisme begitu efetif untuk mengalihkan isu utama.

Isu terorisme juga berhasil digunakan untuk menyerang ideologi Islam berupa upaya perjuangan penerapan syariah Islam secara kaffah. Seringkali teroris dikait-kaitkan dengan upaya penegakkan negara Islam/khilafah, termasuk salah satu bagian syariah yang mulia, yakni untuk mereduksi makna Jihad.

Demikian halnya Bom Cirebon, diketahui bersama sekarang ini pemerintah sedang menggodok RUU inteligen yang masih menjadi perdebatan. Boleh jadi kasus ini merupakan upaya untuk mengegoalkan RUU inteligen. Sebagaimana menurut Direktur JAT Media Center, Sonhadi yang menganggap jika Bom Cirebon adalah bentuk desain oleh kelompok tertentu yang memiliki kepentingan untuk segera merealisasikan Undang-Undang Intelijen yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR. (okezone.com 16/4).

Terkadang memang umat Islam yang menjadi eksekutor, namun ternyata ada tangan-tangan tersembunyi (invisible hand) yang bermain, entah disadari atau tidak. Sebagai contoh adalah NII yang selalu diidentikkan dengan operasi inteligen.

Negara Kalah

Pengamat Inteligen, Pitut Soeharto pernah mengatakan bahwa kekuatan intelijen asing saat ini sudah masuk Indonesia dan tengah bekerja memecah belah Indonesia. Dan Indonesia harus waspada karena kekuatan-kekuatan intelijen asing berusaha menguasai negara ini. (matanews 12/2/10).

Bilamana yang bermain adalah inteligen asing, maka Negara benar-benar bisa dikatakan kalah. Sebab asing memang selalu membidik Indonesia, sejak jaman penjajahan fisik sampai sekarang. Sebagaimana dalam catatan sejarah, mereka memiliki 3 misi: Gold (emas/kekayaan), glory (kejayaan), gospel (menyebarkan agama Kristen).

Meski sudah bisa dikatakan berhasil dalam Gold, namun perlu di ingat bahwasanya orang-orang kafir belum puas sebelum umat Islam (mayoritas penduduk Indonesia) mengikuti agama mereka. Sebagaimana firman Allah:

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (QS. al-Baqarah : 120)

Glory (kejayaan), hal ini terkait pertarungan ideologi Islam vs Kapitalisme, untuk kejayaan Negara-negara kapitalis barat. Merujuk pada besarnya potensi Indonesia akan tegaknya ideologi Islam, maka barat pun melakukan segala cara untuk mempertahankan kejayaan kapitalisme untuk menguasai dunia. Termasuk memberikan stigma-stigma negatif pada Islam dan kaum Muslim melalui isu terorisme.

Jika sudah begini, maka umat Islam perlu waspada. Perjuangan penegakkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Negara khilafah adalah merupakan kewajiban, sekaligus kebutuhan umat Islam agar tidak selalu menjadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam.

Khilafahlah yang benar-benar membuat Negara Indonesia menjadi menang (mulia). Sekali lagi, Islam tidak membenarkan pengeboman seperti di Cirebon, maka jangan dikait-kaitkan dengan perjuangan Ideologi Islam yang akan menyelamatkan Indonesia. Jangan pula kemudian mengkambing hitamkan Umat Islam, Jihad, dan Khilafah. Wallahu a’lam.



Ali Mustofa

http://www.facebook.com/notes/komunitas-rindu-syariah-khilafah/bom-cirebon-negara-kalah-negara-menang/10150116859637537

Kamis, 14 April 2011

Peradaban Emas Khilafah

Sepanjang sejarah Khilafah tidak semuanya lurus. Khalifah adalah manusia yang juga bisa menyimpang dari Islam. Namun, penyimpangan perilaku khalifah dari hukum syariah bukan karena kesalahan sistem Khilafahnya. Karena itu, kalau ada khalifah yang terbunuh, yang salah bukanlah sistem Khilafahnya, tetapi tindakan pembunuhan itulah yang menyimpang dari hukum syariah. Karena itu, menyerang sistem Khilafah berdasarkan praktiknya yang menyimpang dari syariah Islam tentu adalah kesalahan fatal. 
  
Dalam sejarah sistem demokrasi Amerika Serikat, empat presidennya (Abraham Lincoln, James Abram Garfield, William McKinley, dan John F Kennedy) semuanya tewas terbunuh. Sejarah demokrasi AS juga mengalami perang saudara antara pihak Utara (Union) dengan Selatan (konfederasi). Lebih dari 500 ribu orang terbunuh dalam perang ini. Meskipun demikian, pengusung demokrasi tidak pernah menyalahkan sistem demokrasi karena adanya pembunuhan terhadap presidennya atau perang saudara tersebut.

Karena Khalifah bisa menyimpang, di dalam Islam mengoreksi Khalifah bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban. Hal ini karena Khalifah bukanlah sumber kedaulatan hukum seperti dalam sistem monarki. Khalifah adalah manusia biasa yang mungkin saja keliru. Dalam hadisnya Rasulullah saw. menyebut aktivitas mengoreksi penguasa lalim sebagai afdhal al-jihad (jihad paling utama) dan siapa pun yang meninggal karena mengoreksi pemimpin zalim sebagai sayyid asy-syuhada’.
Sekali lagi, kita harus membedakan sistem Khilafah dengan pelaksanannya dalam sejarah. Adanya penyimpangan dalam pelaksanaan sistem Khilafah tidaklah menggugurkan kewajiban menegakkan Khilafah. Sama seperti adanya orang yang keliru melaksanakan shalat bukan berarti menggugurkan kewajiban shalat. Kewajiban menegakkan Khilafah dan mengangkat kholifah tetaplah wajib adalah berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat.

Namun, dari sejarah kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap pelanggaran atau penyimpangan dari hukum syariah, meskipun di era Khilafah, akan membawa masalah. Apalagi kalau kita tidak melaksanakannya sama sekali seperti sekarang ini. Kita menegaskan pula, Khilafah yang akan kita tegakkan adalah Khilafah yang berdasarkan manhaj Kenabian (‘ala minhaj an-Nubuwwah), bukan yang menyimpang. Kita tentu saja bertekad, tidak mengulangi penyimpangan-penyimpangan yang pernah dilakukan oleh Khalifah dalam sejarah Kekhilafahan masa lalu. 

Mengangkat sebagian sejarah Khilafah yang gelap, tetapi menutup-nutupi sejarah panjang kejayaan Khilafah adalah cara pandang yang tidak obyektif dan juga ahistoris. Apalagi menyatakan sistem Khilafah membelenggu pemikiran umat tanpa disertai bukti-bukti. Bukankah justru dalam sistem Khilafah banyak bermunculan para ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka dengan karyanya yang gemilang—seperti para Imam Madzhab terkemuka, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan banyak lagi lainnya?

Imam Syafii, misalnya, menurut al-Marwazi, karyanya mencapai 113 kitab tentang tafsir, fikih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam Al-Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah Al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah dan Ar-Risalah al-Jadidah.

Adapun Imam Ahmad bin Hanbal menyusun kitabnya yang terkenal, Al-Musnad. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, an-nasikh wa al-mansukh, tarikh, dll. Imam Ahmad juga menyusun kitab Al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab Ash-Shalah, kitab As-Sunnah, kitab Al-Wara‘ wa al-Iman, kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab Al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il ash-Shahabah, dll. 

Cendekiawan Muslim lainnya di era Khilafah bukan hanya fakih di bidang agama, tetapi juga menghasilkan kaya ilmu sains yang diakui dunia. Karya mereka diakui memberikan sumbangan pada era renaisaince Eropa. Menurut Sir Thomas Arnold, tanpa peran Arab (Muslim)—tentu di era Kekhilafahan Islam, ed.—peradaban modern Eropa bisa jadi tidak bangkit sama sekali. “It is highly probable that, but for the Arabs (Muslims), modern European civilization would never have arisen at all.” (Sir Thomas Arnold and Alfred Guillaume, The Legacy of Islam, 1997).

Di bidang kedokteran terdapat Ibnu Sina. Dalam Encylopedia Britannica ditulis tentang karya Ibnu Sina ini: The Canon of Medicine (Al-Qanun fi ath-Thibb) adalah buku yang paling terkenal dalam sejarah kedokteran baik di Timur dan Barat. Buku ini digunakan Sekolah Medis di Timur dan Barat selama 500 tahun. Menurut Toby E Huff, The Canon of Medicine adalah buku pertama yang mengurai obat-obatan berdasarkan pengujian, uji coba obat eksperimental klinis, uji coba terkontrol secara acak, tes efikasi, analisis faktor risiko, dan gagasan tentang sindrom dalam diagnosis penyakit tertentu (Huff, Toby, The Rise of Early Modern Science: Islam, China, and the West, Cambridge University Press, 2003).

Di bidang fisika terdapat Al-Kindi (abad IX M). Karya pakar fisika ini tentang fenomena optik diterjemahkan ke Bahasa Latin yang memberikan pengaruh besar Roger Bacon. Pakar fisika yang lain adalah Ibnu Haytam (965-1039 M). Di Barat dikenal dengan Alhazen. Ia adalah pakar di bidang optik dan pencahayaan. Sebanyak 200 judul buku tentang optic dan pencahayaan dinisbatkan kepada beliau. Teorinya lebih dulu 5 abad sebelum teori yang sama dikeluarkan Torricelli. George Sarton (1927) dalam bukunya, Introduction To The History of Science, Volume I: From Homer To Omar Khayyam, memberi gelar Ibnu Haytam dengan Fisikawan Terbesar Abad Pertengahan. 

Selain itu, perpustakaan zaman Kehilafah amatlah mengagumkan. Perpustakaan Khalifah al-Hakim di Kairo, misalnya, menyediakan 1,6 juta volume buku. Mengenai hal ini, Bloom and Blair menyatakan, “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf, membaca, dan menulis) Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini.” (Islam: A Thousand Years of Faith and Power).

Keemasan Khilafah ditulis secara jujur oleh sejarahwan dunia seperti Will Durant dalam Story of Civilization. “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.”
Pertanyaannya, bagaimana mungkin karya-karya cemerlang ini lahir dari sistem Khilafah yang dituduhkan jumud atau terbelakang? Namun yang paling penting, kewajiban menegakkan Khilafah bukan didasarkan pada kemaslahatan yang bisa kita raih itu. Kewajiban menegakkan Khilafah adalah kewajiban syariah yang berdasarkan akidah Islam. Kewajiban Khilafah merupakan perkara ma’lum[un] min ad-din bi asdh-dharurah. Demikianlah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “Mereka (para imam mazhab) telah bersepakat mengenai kewajiban mengangkat khalifah (menegakkan Khilafah).” [Farid Wadjdi]

Komisi I DPR ke Luar Negeri Habiskan Dana Rp 4,5 M

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat perjalanan Komisi I DPR ke luar negeri akan menghabiskan biaya sekitar Rp 4,5 miliar. Komisi I plesir ke empat negara, yaitu AS, Turki, Rusia, dan Prancis.

"Diam-diam anggota DPR dari Komisi I, Rabu tanggal 13 April 2011 melakukan kunjungan ke luar negeri alias plesiran ke luar negeri. Anggaran DPR dalam kegiatan ini akan menghabiskan anggaran sebesar Rp 4,5 miliar," ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi dalam rilis yang diterima mediaindonesia.com, Kamis (14/4).

Uchok juga menjabarkan rincian dana yang dipakai ke empat negara tersebut. Kunjungan ke Amerika menghabiskan dana terbesar di antara negara lainnya, yaitu Rp 1.405.548.500, Rusia Rp 1.286.713.

"Jumlahnya Rp 4.516.763.500. Sumber Seknas Fitra diolah dari DIPA, dan RK DPR tahun 2011," ujarnya.
Fitra menilai kunjungan ke luar negeri merupakan sebuah pemborosan karena anggaran yang dipakai adalah dari pajak publik. "ini menandakan bahwa DPR ini seperti sebuah lembaga yang tidak punya tanggung jawab. Kunjungan ke luar negeri ini telah menghamburkan pajak publik sebesar Rp 4,5 miliar." (pz/mi.com)

Komentar : Can u imagine thattt???? 
DPR Yang Katanya,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT  DI SISTEM DEMOKRASI ini,
Rela BERULANG-ULANG-ULANG DAN ULANG kali Menipu Rakyatnya,
INILAH KETIKA KITA TIDAK MENGGUNAKAN SISTEM ISLAM.
KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME, MENJADI HAL YANG WAJAR.
ANDA MAU SEJAHTERA.
BRING BACK ISLAM.
DUNIA HANYA DAPAT SEJAHTERA DENGAN PENERAPAN SYARIAH,
DALAM NAUNGAN KHILAFAH.
TRUST IT..!!!!
NOT OTHER, ONLY KHILAFAH..
WAKTUNYA RAIH KEMULIAAN DENGAN ISLAM...

Jumat, 08 April 2011

Inilah Demokrasi: Tidak Konsisten Soal Gedung Baru, Fraksi DPR Tipu Publik

Jakarta - Beberapa waktu lalu sejumlah anggota fraksi di DPR menyatakan tidak setuju dengan pembangunan gedung baru DPR. Namun rapat pimpinan DPR kemarin memutuskan pembangunan gedung baru dilanjutkan karena dari 9 fraksi, hanya 2 saja yang menolak. Ketidakkonsistenan beberapa fraksi ini dinilai sebagai penipuan publik.

"Kecenderungan yang terjadi, sikap politik dari publik dan saat mengambil kebijakan ini tidak konsisten. Ada kepentingan citra yang mereka bawa. Mereka telah menipu publik dengan keputusan yang jelas-jelas ditolak masyarakat," ujar pengamat politik dari UGM, Arie Sudjito, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (8/4/2011).

Terkait dengan pernyataan PDIP yang mempertanyakan alasan partainya diklaim setuju pembangunan gedung baru DPR, maka PDIP bisa menyampaikan komplain politik. Komplain ini bisa disampaikan melalui pernyataannya di publik atau langsung kepada pimpinan DPR.

"Kalau ternyata ada suara tidak setuju pembangunan gedung baru tapi diklaim setuju, harus bersuara dong. Kalau tidak ya bagaimana rakyat bisa tahu. Dengan apa yang dilakukan oleh DPR, rakyat bisa tahu mana yang berjuang untuknya dan mana yang tidak," sambung pria yang juga Ketua Umum Pergerakan Indonesia ini.

Arie menyayangkan keputusan melanjutkan pembangunan gedung baru DPR. Padahal kemarin Presiden SBY sudah meminta agar jajarannya (di Demokrat) melakukan revisi terkait pembangunan gedung baru pemerintahan. Seandainya tidak memenuhi standar kepatutan mesti dibatalkan.

"Hampir Rp 800 juta untuk satu ruangan anggota DPR itu mahal tidak? Kan ini yang selama ini dipersoalkan. Seharusnya ini direspons dengan rasionalisasi budget," imbuhnya.

Terkait ada tidaknya mark-up dalam pembangunan gedung, tentu itu memerlukan kontrol. Namun sebelum rencana pembangunan gedung diimplementasikan, yang perlu dilakukan adalah rasionalisasi budget.

"Parlemen itu banyak disorot publik. Artinya tidak semata berfungsi sebagai simbol. Harus jadi teladan bagi rakyat dong. Keputusan lanjutnya gedung baru ini menunjukkan mayoritas anggota parlemen punya nada dasar dan kepentingan yang sama," ucap Arie.

Kamis kemarin, dalam jumpa pers usai rapat konsultasi, Wakil Ketua DPR Anis Matta menyatakan hanya Fraksi PAN dan Gerindra yang menolak rencana pembangunan gedung baru DPR. Dia menyatakan, 7 fraksi lainnya menyatakan setuju. Sementara itu, Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo mempertanyakan alasan partainya diklaim setuju pembangunan gedung baru DPR. Padahal, PDIP minta rencana itu ditunda. PDIP pun akan mengusulkan rapat konsultasi ulang. Sementara, Ketua DPR Marzuki Alie menyesalkan sikap DPR yang berbeda itu.

"Kalau Gerindra kita pahami, karena kemarin jelas-jelas menolak, tapi yang justru kita prihatin kemarin yang mewakili FPDIP jelas mengatakan di dalam rapat konsultasi pimpinan DPR, pimpinan BURT, dan pimpinan fraksi-fraksi, menyatakan PDIP tidak pernah menyatakan menolak. Itu statement. Statement dalam rapat konsultasi kemarin," kata Marzuki.
Sebenarnya DPR Wakil siapa???
1.DPR benar - benar nekat membangun gedung baru dengan Anggaran 1,38 trilyun. runga tiap anggota seluas 111m2, Rp.800juta, belum termasuk mobil,laptop,kolam renang dan spa (Detiknews.com, 5/4)

marxuki alie menyatakan" pembangunan sudah sesuai prosedur, rakyat tidak perlu diajak bisacara karena mereka tidak paham. ini cuma orang2 elite yg faham.(inilah.com,5/4)



2. biaya pelantikan Anggota DPR periode 2009-2014 menelan biaya sekitar 11 miliyar hanya untuk acara 2 jam (metrotv.7/9/09)


3. biaya buat pin perorang Rp 5 juta.

4. biaya pindah tugas dari daerah jakarta Rp 26 miliyar atau 46,5 juta /keluarga (kompas.com, 09/09/09)

5. uang saku study banding ke luar negeri tiap anggota Dewa Rp20jt , total anggaran Rp.162,94 miliyar. (bisnis.com16/09/10)

6. anggaran pelesiran membengkak menjadi Rp.19,5 triliyun, (Republika, 17/1/1011)

 7. sementara anggaran untuk menanggulangi gizi buruk pada balita hanya Rp. 210 miliar. untuk seluruh balita di indonesia yang berjumlah sekitar 4,1 juta balita, berarti untuk satu balita hanya Rp 50rb/tahun atau Rp.4rb/balita/bulan.



itulah fakta yg ada, sialhakn di nilai sendiri, benarkah DPR adalah Dewan perwakilan Rakyat ?

rasululloh bersabda : "TIDAK ADA IMAN bagI ORANG YANG TIDAK AMANAH" (HR. ATH-THABARI)

Inilah Demokrasi : Anggota DPR dari PKS, Arifinto, yang asyik menonton video porno saat sidang paripurna,Sudah Menjawab dan Mengaku.

Jakarta - Presiden PKS Luthfi Hassan Ishaaq enggan berkomentar seputar tindakan anggota DPR dari PKS, Arifinto, yang asyik menonton video porno saat sidang paripurna DPR. Bagi Luthfi, pengakuan dan jawaban Arifinto dianggap sudah cukup.
"Dia kan sudah jawab dan mengaku. Saya tidak harus menjawab kan," kata Luthfi di Jakarta, Jumat (8/4/2011).

Luthfi juga menolak menjawab saat ditanya sanksi yang bakal dikenakan untuk Arifinto. "Yang seharusnya menjawab kan sudah memberikan jawaban. Saya tidak ikut memberikan jawaban," ujar dia.

Ketika ditanya banyak yang heran mengapa anggota PKS, partai yang mengusung jargon "bersih dan peduli", yang menonton video porno, Luthfi hanya tertawa.

"Hahaha....! Saya tidak perlu jawab apa-apa, teman-teman media ini memang pintar membuat berita. Saya kira penjelasan Pak Arifinto sudah cukup," kata Luthfi.


(aan/nrl)
 
"Astaghfirullah... Inilah Moral Para Pemimpin Rakyat..???
Tak Tau Komen....
Karena Sistem Demokrasi Kapitalis Inilah yang membuat para wakil rakyat Bermoral Bejat.
Klo Memang BERANI, Blok SEMUA SITUS PORNO,
JERAT PELAKU, PEMBUAT, DAN YANG MELIHAT AKSI MENJIJIKAN ITU DENGAN SANKSI YANG KEJAM.
BAGI PELAKU ZINA HUKUM DENGAN RAZAM."
Tapi Indonesia,
SEMAKIN SUBUR SAJA PELAKU ZINA, PENONTONNYA, HINGGA MENIKMATNYA??
ASTAGHFIRULLAH...
MASIH MAU DGN SISTEM MENJIJIKAN INI???"

 

Selasa, 05 April 2011

Pemahaman VS Perasaan




       Sudah menjadi pemahaman umum bahwa seorang suami boleh menikahi 2,3 atau 4 wanita. Para muslimah juga udah mahfum akan hal itu.Namun,poligami ibarat kanker,TBC atau penyakit lainnya yang menakutkan bagi wanita.Jarang yang secara terang-terangan dan penuh kesadaran menyatakan diri siap dimadu.Dalam hati kecilnya senantiasa terbersit perasaan tidak rela jika suami (akan) menikah lagi.Yah, kalaupun ada yang benar-benar siap, paling-paling satu diantara seratus. Sebaliknya,mengingat konsekuensi poligami yang tidak ringan, para suami juga tak semuanya ‘mampu’ (bukan ‘ingin’loh ya!) berpoligami.Paling-paling satu diantara seratus juga. 

 

          Terkadang,di kalangan muslimah yang paham kebolehan poligami,terucap ungkapan: “secara hukum poligami itu hukumnya boleh, tapi kan tidak wajib.Artinya , sesuatu yang boleh itu tidak harus dilakukan.” Ungkapan tersebut ingin menegaskan bahwa kebolehan poligami itu tidak dengan serta merta mengharuskan semua suami beristri 2,3 atau 4.
          Ada yang lebih ekstrim mengatakan bahwa antara eyakini hukum dan mensikapi fakta bisa saja berbeda.Dalam arti,setiap muslimah wajib meyakini hukum bolehnya poligami,karena jika mengingkari hukum tersebut sama saja dengan khufur terhadap ayat Allah Swt. Namun jika dalam hatinya terbersit rasa tidak rela dimadu, itu hal yang lumrah saja. Yup, wanita mana sih yang rela diduakan.
          Sehingga ada ungkapan: “Wanita manapun tentu tidak punya cita-cita ingin dirinya dimadu. Wajar kalau dalam hati kecilnya ia menolak diduakan. Tapi yang penting kita jangan sampai punya anggapan bahwa poligami itu haram, karena itu berarti mengubah hukum Allah Swt.”

          Dari ungkapan tersebut seolah tersirat bahwa poligami sebatas hukum yang wajib diyakini kebolehannya. Sementara dalam tatanan pelaksanaan, wanita sangat berat menerimanya. Karena itu, kalau boleh memilh, wanita tidak mau dimadu atau menjadi madu. Suatu hal yang tampaknya kontradiktif. Wajar. Bukankah dalam rasa takut juga ada rasa harap?
   
       Terkadang ungkapan-ungkapan di atas juga terlontar ketika mengisi pengajian ibu-ibu (umum).dengan tujuan agar para ibu-ibu itu tidak pobhi dengan hukum poligami. Jangan sampai hanya gara-gara membahas poligami (yang dalam islam dibolehkan, namun kebanyakan ibu-ibu menolak), jamaah ibu-ibu jadi antipati dengan pengajian.
  
        Padahal, bukan hanya dikalangan aktivis pengajian, sejatinya masyarakat umum udah pada mafhum bahwa poligami itu boleh. Hal ini, berdasarkan firman Allah surat An-nisa’ ayat 3. Tidak ada yang sampai mengharamkan hukumnya. Paling-paling yang menentang melakukannya dengan dalih penafsiran ulang ayat poligami, tidak sesuai denga perkembangan zaman.

GAK RELA DIDUAKAN

          Kebanyakan wanita gak rela dirinya diduakan, sekalipun ia tak menentang poligami. Misal yang pernah dialami penyanyi Trie utami yang meminta diceraikan karena tidak sanggup di poligami. Ia menyatakan poligami tidak haram asal mampu. Gambaran di atas menunjukkan bahwa mayoritas wanita enggan “membagi” suaminya dengan wanita lain. Masih banyak wanita yang gak rela dimadu. Masih banyak wanita yang lebih memilih hidup sendiri dari pada di duakan cintanya. Apalagi jika wanita itu termasuk wanita yang mandiri secara ekonomi,tidak memiliki anak, atau anak sudah cukup besar usia nya. Bagaimana dengan kalangan akhwat aktivis dakwah???

MENGAPA ENGGAN BERBAGI?

          Ada beberapa alsan mengapa para wanita umumya enggan berbagi. Diantaranya sebagai berikut :
1. belum menyatunya pemahaman dan perasaan
          Ya, seperti di ungkap di atas, sebetulnya para muslimah udah pada ngeh kalau hukum poligami itu boleh. Namun ketika faktanya akan dilaksanakan, persaan halus sebagai wanita menolaknya. Dalam pemikirannya, ia yakin 100% bahwa Allah Swt membolehkan hukum poligami karena tentu ada maslahat dibalik itu. Namun perasaan dan mental nya tidak siap jika harus mengalami kenyataan seperti itu (dimadu). Jadi, meski dirinya paham bahwa suaminya boleh-boleh saja menikah lagi, namun dalam lubuk hatinya terdalam ada persaan tidak rela di madu. Sebab, ini menyangkut masalah kecintaan sangat sensitive bagi perasaan seorang wanita. Kecintaanya kepada suami dan anak-anak menghalanginya untuk tidak siap di duakan. Memang, bisa jadi secara lisan ia berani mengatakan: “gak apa apa kalau abi menikah lagi” tapi dalam hatinya ada persaan tidak rela.
2. adanya kekhawatiran akan tersisih dan kesepian.
          Kaum perempuan bergantung secara psikologis pada gengsi yang mereka bangun sendiri. Memberi tempat pada perempuan lain dihati suaminya (dengan berpoligami) dianggap suatu kekalahan yang sangat memalukan. Sebab itu berarti ia siap untuk tersisih. Di sisi lain, sudah menjdi kodrat bahwa ia selalu ingin mendapat perlindungan, kasih sayang, belaian, dan pelukan lelaki. Bahwa ia selalu ingin mencari tempat bermanja, dan tempat berbagi suka dan duka. Karena itu, ia takut perhatian suaminya akan berkurang pada dirinya jika menikah lagi. Belum terbayang di benaknya jika kelak suaminya menikah lagi, apakah ia bisa menhan gejolak hatinya ketika suami sedang berada disisi istri kedua,ketiga, dan keempat??
Apakah ia mampu mengusir rasa sepi jika suami tidak disisinya?
Apakah ia bisa meredam rasa cemburu membyangkan suami bercumbu dengan wanita lain?
Apakah ia tidak akan tersisih karena kini ada “pesaing” yang bisa merebut pujaan hatinya? Bagi yang sudah punya anak, ada persaan takut bahwa berkurangnya keberdaaan suami dirumah (karena sedang giliran dirumah istri lainnya) akan mengurangi perhatian dan kasih saynagnya terhadap anak-anak.
Kekhawatiran-khawatiran di atas sering kali menganggu pikiran wanita hingga enggan “membagi” suaminya pada wanita lain, meski tidak ia ungkpkan secara terus terang kepada suaminya. Lisannya boleh jadi mengatakan “silahkan suami ku sayang menikah lagi” tapi batinnya mengatakan “jangan sampai suamiku menikah lagi”.
3. adanya kekhawatiran suami tidak bisa berlaku adil
          Para akhwat sudah mafhum bahwa adil itu bukan syarat mutlak bagi suami untuk berpoligami.  Memang, untuk masalah nafkah, suami harus berlaku adil. Dalam arti suami harus membagi harta kepada istri-istri sesuai porsi kebutuhan mereka dengan seadil-adilnya meski bisa jadi dalam hati kecil seorang wanita tetap ada tanda Tanya, benarkah suamiku adil? Sudah dipahami bahwa manusia sehebat apapun tidak akan mampu adil dalam membagi cinta. Bahkan, Rasullullah saw saja sampai-sampai dicemburui istri-istri yang lain karena ia dianggap lebih condong kepada istrinya aisyah. Bagaimana tidak Rasullullah begitu besar cintanya kepada aisyah sampai-sampai beliau pernah bersabda dihadapan ummu salamah istri Rasul yang lain:”janganlah engkau menyakiti hatiku karena aisyah. Demi Allah, aku tidak pernah berada didalam dekapan istriku untuk menerima wahyu kecuali didalam dekapannya”.
4. khawatir akan masa depan diri dan anak-anaknya
          Para istri umumnya memiliki ketergantungan secara materi kepda suami. Wajar karena memang suamilah penopang keuangan keluarga. Karena itu, akan muncul kekhawatiran akan jaminan kestbilan financial bagi dirinya dan anak-anaknya jika suami menikah lagi. Disamping jaminan materi, istri yang sudah memilik anak juga mengkhawatirkan kondisi psikis anak-anaknya. Apakah mereka akan menerima jika ayanhya menikah lagi dan sanggup menanggung beban di masyarakat karena ayahnya memiliki istri lebih dari satu?
5. kekhawatiran akan pandangan masyarakat akibat masih kuatnya opini    miring terhadap poligami.
          Bagi wanita yang kebetulan berada pada posis sebagi istri tertua, juga tak salah santernya digunjingkan. Masyarakat seringkali menilai wania yang mau di madu sebagai istri tidak becus melayani suami dan memuaskan suami, sehingga berakibat suami berpaling pada wanita lain. Kalaupun ia wanita yang baik dalam mengurus rumah tangga, maka akan dicap wanita yang bodoh jika mau dimadu.
          Demikian pula bagi muslimah yang berda di posisi istri kedua,ketiga atau keepat. Masyarakat sering memandang sinis para muslimah yang mau menjadi madu ini. Mereka dicap sebagai perusak ruamh tangga oranag atau yang lebih menyakitkan dituding wanita murahan. Kayak nggak ada laki-laki lain saja. Nggak laku-laku sih, jadi mau aja jadi istri kedua/ketiga/keempat. Ah,paling mau bertanya doing tuh, makanya mau menikah sam suami orang. Selentingan seperti itu tentu akan memerahkan telinga bagi wanita manapun. Dan umumnya para istri lebih gelisah memikirkan gunjingan orang daripada menata babak kehidupan yang akan ia teruskan.
          Memang, bisa jadi akhwat tidak akn mempermasalahkan opini-opini menyesatkan di masyarakat itu. Akhwat yang paham bisa saja cuek, toh itu bukan pendapat yang benar dan justru harus diluruskan. Sebodo amat dengan pandangan orang, yang penting kita yang menjalani.
          Namun, tidak demikian dengan keluarga besar si akhwat. Bisa jadi, orang tua, saudara, dan kerabat tidak akan rela anak, adik, kakak atau saudaranya dimadu.
          Maka akan muncul tekanan dari keluarga besar, agar jangan sampai seorang istri mau dimadu atau agar jangan sampai seorang wanita sampai seorang istri mau dimadu atau agar jangan sampai seorang wanita menjadi madu bagi wanita lain. Ini yang dirasakan tidak mudah bagi wanita, sebab bagaimanapun ia bagian dari keluarga tersebut. Perlu perjuangan untuk memehamkan keluarga besarnya.

RENUNGAN
          Demikianlah, sebagai penutup, bagi para wanita yang membenci poligami, ingatlah ayat berikut ini: “Dan tidaklah patut bagi seorang mukmin dan mukminah apabila Allah dan Rasul Nya telah memutudkan satu perkara, lalu mereka memiliki pilihan lain dari urusan mereka. Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata” (Al Ahzab:36)
          Bagi kaum laki yang berpoligami , ingatlah hadis Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini “ Barangsiapa yang memiliki dua orang istri lalu ia condong pada salah satunya, maka ia akan datang pada hari kiamat sedangkan bahunya miring.” (HR. Abu Daud (2/42).
Wallahu’alam bi shawab.(*)


Sumber :
Artikel On Facebook


Baca Juga Situs JIhad dan informasi tambahan Republika Online.

I'dadun naas li tarhiibi qiyaamil khilafah

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | free samples without surveys